Disclaimer : saya bukan dokter. Posting saya sekedar untuk sharing kasus anak saya, dimana setiap kasus bisa berbeda-beda. Hasil yang saya sharing ini merupakan hasil dari saya membaca dan diskusi dengan dokter-dokter yang menangani anak saya. So, please do not judge dan always re-check with your pediatrician.

Sebagai a new full-time mother, banyak sekali tantangan yang saya hadapi sejak kelahiran anak saya. Berawal dari tidak tahu sama sekali sampai perlahan-lahan saya learning by doing. It’s hard but it’s doable. Dari segala macam tantangan yang saya temui, kasus Sensory Processing Disorder yang dialami anak saya merupakan yang terberat. Dengan tidak adanya informasi apapun dari kalangan mamagram sampai tekanan-tekanan dari lingkungan sekitar, membuat saya saat itu sangat bingung. Oleh karena itu di postingan saya ini saya mau sharing mengenai Sensoric Processing Disorder pada anak, YANG MANA SALAH SATUNYA bisa mempengaruh masalah gerakan tutup mulut (GTM).

Semua berawal dari drama mogok makan Sammy yang cukup aneh sekitar usia 8 bulan. Awalnya saya jalankan semua saran-saran dari dokter anak langganan Sammy dan orang-orang sekitar saya, namun saya tetap merasa masalah makan ini tidak terpecahkan. Setelah beberapa lama drama GTM, dan saya baca-baca dari internet, diskusi dengan teman-teman, saya cukup yakin kasus Sammy bukan GTM biasa. Saya pernah mention kalau saya curiga Sammy itu ada texture aversion atau Hypersensitivity Oral Dysfunction. DSA (dokter anak) Sammy selalu bilangnya Sammy fine karena patokan berat badan yang on track. Bahkan waktu saya tanya mengenai 2 hal itu, beliau malah bertanya balik, apa itu texture aversion/SPD/hypersensitivity. Saya ga puas dengan itu, makanya saya keukeuh harus ketemu expert-expertnya tumbuh kembang anak untuk second opinion.

Akhirnya saya memutuskan untuk menemui Dokter Tiwi (spesialis anak) dan Dokter Luh (spesialis rehabilitasi medik) di RSIA Bunda Menteng. Baru saja saya cerita beberapa gejala Sammy, dokter langsung bilang kalau ada issue Sensoric Process Disorder. Kasus ini umum terjadi, tapi jarang disadari oleh orangtua karena minimnya informasi. Yang lebih sedihnya lagi, justru orangtua dan orang rumah yang biasanya memicu hal ini di anak-anak yang awalnya normal.

Sensoric Processing Disorder ini bukan penyakit, ini issue yang sebenarnya banyak dialami orang baik anak maupun dewasa, tapi jarang disadari. Pernah ketemu orang yang clumsy (kalau jalan sering kesandung, jatuhin barang)? Pernah ketemu orang yang ga suka dengan merk yang ada di punggung baju, karena berasa gatal? Kalau nonton TV channel E entertainment, suka ada warning sebelumnya menuliskan acara ini mengandung photolights yang might be not suitable buat orang-orang yang sensitive terhadap flash dan cahaya. Yes, itu salah satunya. Jadi kata kuncinya : SENSITIVE

Sebenernya ga di treatment pun ga masalah, tapi saya mau anak saya living his life to the fullest. Toh tanya banyak dokter, mereka bilang saya suruh santai kalau Sammy belum bisa crawling sampe umur 10 bulan. Coba deh tanya ke dokter soal anak ga mau makan, pasti komentarnya suruh dibiarkan saja, ikuti maunya anak nanti juga mau sendiri. Yes, that’s what I’ve got dari many standard pediatrician. Saya ga mau jadi ibu yang puas dengan jawaban standard, makanya saya mencari ahlinya.

Tidak ada satupun kelainan atau kekurangan dari Sammy. Tapi, Saya mau dia mencoba semua jenis makanan (ga picky eater), saya ga mau dia pilih2 aktivitas, saya mau dia COBA SEMUA HAL yang positif dalam hidup dia. Buat saya, Kalau dia bisa berprestasi, kenapa harus jadi biasa2 saja. Kalau dia bisa dapat lebih, why settle for less.

Sebelumnya saya jelaskan dulu ya sedikit banyak mengenai Sensoric Processing Disorder.

Apa itu Sensoric Processing Disorder (SPD)?

Sensory Processing Disorder atau Sensory Integration Dysfunctional ini diakibatkan oleh otak yang mengalami kesulitan untuk mengatur informasi dari panca indera. Seringnya anak dengan SPD ini bisa oversensitive atau undersensitive dengan cahaya (indera penglihatan), suara (pendengaran), tekstur (peraba), rasa (pengecap), bau (penciuman), proprioception (kemampuan mengenal pergerakan organ tubuh), tactile, dan vestibular (keseimbangan). Biasanya hanya salah satu indera yang terganggu. Informasi dari dunia luar yang didapat si anak seharusnya diterima dan direspon baik menggunakan kemampuan motorik (tangan, kaki, mata, lidah). SPD sering ditemukan pada anak autis, tapi anak yang tidak autis juga bisa mengalami ini. Dokter Luh menolak untuk bilang Sammy ada disorder, karena basicly yang bermasalah adalah regulasi batang otak tempat pusat saraf sensorik, dimana simplenya hanya dengan memberikan si anak STIMULUS untuk MOTOR SKILLnya, kita sudah membantu untuk ‘menyembuhkan’ kekacauan di pusat batang otak tersebut.

Apa hubungannya dengan motor skills?

Jadi menurut kedua dokter, saat anak SPD ada gangguan sensorik, GTM, dan lainnya, yang dibetulkan bukan dengan memberikan makanan aneh-aneh, apalagi mencoba-coba BLW (Baby Led Weaning) atau naik tekstur, dijamin gagal. Yang harus dibetulkan dahulu adalah motor skillsnya. Si anak harus sadar bahwa dia PUNYA kaki tangan mulut sendi DAN MAMPU untuk explore itu semua. Disaat perkembangan motor skills sempurna, balancing dia sempurna, batang otak terstimulasi untuk meregulasi sendiri disorder-nya. Gampangnya, anak jadi pede. Kalau kata dokter, jangan harap bisa BLW sebelum dia menyadari bahwa didepannya itu makanan, bahwa dia punya tangan untuk memasukkan makanan itu ke mulut. Menurut dokter lagi, Anak yang lancar BLW, biasanya motor skillsnya juga bagus.

Kok bisa kena SPD?

Perlu saya tekankan, SPD ini bukan penyakit, ini lebih kepada salah pola asuh (again I’m quoting the doctors). Contoh kalau pada anak saya : selama 4 bulan hidup dia, dia lebih banyak berbaring, stimulasi saya berikan dalam posisi dia berbaring. Kalau ada oma opanya, dia bisa digendong nonstop seharian karena ga tega lihat cucunya menangis. Keseringan digendong dan berbaring ini membuat tidak ada stimulus untuk sendi-sendi dan perkembangan motor skillnya. Jadi, anak yang seharusnya bisa tumbuh normal, menjadi tidak normal karena salah handling atau minimnya intervensi. Kemungkinan selanjutnya, menurut dari preliminary research para ilmuwan, SPD merupakan factor genetic.

Apa saja ciri-ciri SPD?

Semua tergantung dimana indera yang ‘terganggu’. Jika yang terganggu di indera penglihatan, si anak bisa heboh kalau ada cahaya terang, kalau terganggunya di pendengaran ya anak bisa heboh kalau ada suara keras. Kalau Sammy di peraba dan pengecap, jadi dikasih makan baru yang ekstrem dia bisa langsung muntah, disentuh mukanya dia heboh. Heboh dalam hal ini mulai dari menangis, menjerit, sampai panic attack.

Bagaimana mengobati SPD? Bisa sembuh?

Kind of. Mengapa saya bilang ‘kind of’? Ada perbedaan tipis antara Sensory Disorder dan Sensory Processing. Saya merasa tidak nyaman dengan merk baju yang menurut saya tidak nyaman untuk kulit saya, tapi apakah itu mengganggu perkembangan hidup saya? Tidak, karena saya beradaptasi dengan cara menggunting merk baju itu bukan dengan tidak memakai baju. Itu adalah Sensory Preference, tapi secara medis itu dikategorikan Sensory Disorder. Jadi intinya selama Sensory Processing Disorder itu TIDAK MENGGANGGU PERKEMBANGAN HIDUP seseorang, yang perlu dilakukan adalah mengajarkan orang tersebut untuk beradaptasi dengan preferensinya. Dalam kasus anak saya, SPD yang mengganggu perkembangannya harus dibetulkan supaya kemampuan makannya berkembang, supaya dia mau explore jenis-jenis tekstur benda-benda yang ada di sekitar dia.

Cara mengobatinya kembali lagi ke komitmen orangtua. Tentu saja bisa sembuh, ASAL orangtuanya RAJIN untuk memberikan stimulasi, supaya batang otaknya teregulasi normal lagi dengan cara mengembalikan perkembangan kemampuan motoriknya dulu. Saya diberikan latihan oleh dokter Luh untuk terapi fisik Sammy dirumah. Saya ga bisa share terapinya bagaimana karena masing-masing anak pasti berbeda kondisi tubuhnya/perkembangannya, jadi lebih baik langsung ke dokternya supaya dokter bisa langsung memeriksa dan memberi judgment. Oh ya, no medicine intervention kok, ga ada obat-obatan dan suntik-suntik.

Saat anak saya didiagnosa ada Sensoric Processing Disorder, usianya 8 bulan. Dia belum bisa merangkan, onggong-onggong, bahkan duduk sendiri tanpa dibantu (tapi sudah bisa duduk tanpa support). Makan banyak tapi harus yang rasanya menyatu dan tidak ekstrem. Berat badan, tinggi badan pun sangat baik, bahkan masuk ke kurva atas. Disini saya coba jelaskan kondisi dan penanganan SPD Sammy saat itu.

Apa gejala SPD yang dialami Sammy SAAT ITU?

  • Dari Newborn sampai sekarang, Sammy selalu marah kalau dibersihin mukanya, dibersihin mulutnya, dipegang rambutnya
  • Sammy ga suka dipeluk oleh orang, kecuali dia lagi mau tidur dan hanya mau dipeluk sama mommynya
  • Di Usia 8 bulan, Sammy GA BISA naik tekstur MPASI, karena SELALU muntah, bukan gag reflex
    – Sejak lahir, Sammy selalu risih dengan diaper basah, I’m talking about a very tiny bit wetness ya, jadi bahkan indikator diaper belom biru, dia sudah marah minta ganti.
  • Sammy jijik sentuh sesuatu yang basah, slimey. Jadi forget it dia mau pegang makanan, BLW TOTAL FAILURE. Saya coba pake Nuby Nibbler juga dia ga mau dimana reaksinya amat sangat ketakutan (saya pernah videoin ini di Instagram saya)
  • Sammy ga suka makanan dengan rasa ekstrem. Dia ga suka buah karena manis, ga suka asem, ga suka asinnya keju. Jadi semua harus saya campur sedemikian rupa supaya rasanya tidak ekstrem

Apa saja saran dokter untuk Sammy SAAT ITU?

  • Sammy ga boleh ke Mall karena noise/crowd/lights di mall itu terlalu ‘berat’ untuk otak si anak SPD
  • Membawa Sammy ke outdoor (gunung, taman, kebon binatang) sesering mungkin
  • Mengajak Sammy berenang 3x seminggu. Berenang bukan berendam ya, tapi disuruh pake pelampung dilengan atau vest, dan dilepas bukan digendong
  • Memberi garam ke makanan Sammy (ini pros cons ya, saya cuma tulis yang disuruh dokter) biar ada rasanya karena ASI itu ada rasanya. Jadi Sammy sudah disarankan diberikan makanan keluarga dengan tekstur yang dia MAMPU
  • Mengurangi nenen dan saat umur 1 tahun harus mulai disapih dengan susu non-asi. Karena menurut dokter, gizi dari ASI sudah tidak bisa mencukupi kebutuhan anak seumur Sammy, dimana hanya bisa tercukupi dari makanan real dan ASI hanya sebagai pendamping.
  • Sammy harus tidur lebih lama, start tidur malam jam 7 malam
  • Diluar jam tidur, Sammy ga boleh berbaring, jadi harus aktif seperti yang diajarkan dokter Luh, di MATRAS BUKAN KASUR.

Banyak sekali orang dan dokter yang meragukan judgement saya untuk mendiagnosa anak saya dengan Sensoric Processing Disorder. Semua bilang : Tapi Sammy keliatan normal saja kok? Yes, Sammy normal, tidak ada kelainan, tidak ada autis (knock on the wood). Berat badan Sammy bagus, dia sehat. Sammy anaknya smart, di usia 8 bulan dia sudah bisa ngomong ‘Mama’ ‘Dada’, mengerti kalau dibilang ‘no’, bisa toel-toel orang kalau minta ajak main, dan lain sebagainya. But again, case SPD ini saya notice ada di Sammy, mengakibatkan delay in some points. Bukannya saya mau anak saya perfect, tapi saya mau anak saya tumbuh optimal (bukan maksimal). Kalau optimal itu artinya saya mau dia pergunakan semua potensi dia semampu dia, bukan asal2an. Berhubung saya dan suami tipe yang lebih suka prevention, makanya kami memutuskan untuk segera handle dengan expertnya.

Kenapa harus lebay reaksinya, kan biasa dong baby lambat motorik, makan susah naik tekstur?

Dari hasil diskusi dengan dokter, SPD seringnya biased, ga disadari di cultivate oleh orangtua, orang rumah. Akibatnya kalau sudah beranjak besar ada anak yang speech delay, susah fokus di sekolah, sering tantrum (susah disajak berkomunikasi), clumsy, lambat untuk bisa menulis, seringnya itu semua bermula dari kasus SPD sewaktu masih kecil yang dicuekin sama orangtuanya. Saya ga mau menyesal dikemudian hari, jadi saya decided untuk take action as soon as possible.

Jadi apa saja treatment yang diberikan ke Sammy untuk mengobati SPD-nya?

Dengan terapi fisik untuk motor skillnya. Saya terapi Sammy setiap habis bangun pagi dan massage pagi, lalu sehabis nap siang, dan sehabis nap sore. Semua latihannya selama mungkin, semampu Sammy. Latihan ini diajarkan oleh Dokter Luh, jadi bukan sembarangan lihat youtube ya. Saya kontrol ke Dokter Luh setiap seminggu sekali. Saya tetap memberikan makanan dengan mencoba naik tekstur dan buah-buahan untuk dia pegang.

Berhasil?

Yes, big success. Pada pertemuan kedua control dengan dokter (seminggu), Sammy sudah bisa duduk sendiri dan makan nasi lembek. Kontrol ketiga dengan dokter (2 minggu sejak latihan), Sammy sudah bisa merangkak. 3 minggu sejak latihan, Sammy sudah bisa berdiri.

Sampai saat ini usia Sammy hampir 15 bulan, tidak ada lagi delayed development. Sejak SPD-nya ‘dibetulkan’, dia sudah tidak jijik dengan segala hal yang basah, lengket, bahkan dia sekarang maunya makan langsung dari tangan ke mulut dia. Sammy sudah tidak risih dengan diaper yang baru basah 1-2 tetes, walaupun saya tetap gantikan diapernya setiap 3 jam. Sammy sudah suka makan dengan rasa ekstrem, asam, manis, asin. Sammy sudah makan nasi normal. Sammy sudah mau berjalan di pasar dan rumput. TAPI, dia masih ga suka kalau dipegang kepala dan bagian muka/mulutnya, and it is totally fine with me. Untuk saya itu preferensi dia dan tidak menghambat perkembangan dia. I will teach him how to adapt and live with his special case.

So, point of the story, kalau ada masalah, jangan ublek-ublekan sibuk di masalah itu, coba lihat apa sebenarnya proximate causenya (penyebab dasar). Siapa tahu ternyata yang perlu dibereskan bukan masalah yang di depan mata, tapi adalah faktor utama penyebab masalah. Di kasus Sammy, bukan GTM nya yang harus saya fokuskan dengan mengurusi makanan melulu, tapi basicnya yaitu motor skill, yang harus dibetulkan. So moral of the story juga, don’t neglect little details. Sekecil apapun issue jangan dianggap remeh, jangan tunggu sampai jadi snowball. Jadilah orangtua yang proaktif dan open minded.

Sensory Processing Disorder is NOT a disease! Do not try to cure us, try to understand us.

Cheers,

Similar Posts