Sekitar beberapa bulan lalu, anakku yang besar, Sammy, jadi sering sekali muntah. Awalnya aku merasa pemicunya karena sudah lama ga keluar rumah, tapi semakin lama insting aku mengatakan kalau penyebabnya adalah Sensory Processing Disorder (SPD) yang kambuh lagi. Insting aku akhirnya dikonfirmasi oleh dr Luh Wahyuni spKFR (dokter rehab medik yang menangani SPD Sammy sejak masih baby.
Buat yang mengikuti ceritaku di blog maupun di instagram dari dulu, pasti tau kalau anakku yang pertama, Sammy, punya masalah di Sensory Processing Disorder. Aku ga jelaskan lagi disini ya apa itu Sensory Processing Disorder, karena lengkapnya sudah aku jelaskan di post ini. Sejak usia 20 bulan, akhirnya SPD Sammy dinyatakan sudah normal, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk kambuh lagi.
Apa sih yang bikin SPD bisa kambuh lagi?
Pada dasarnya SPD kan bukan penyakit ya, tapi lebih ke kondisi. Anak dengan SPD itu harus banyak menghabiskan waktu diluar rumah alias di alam, dimana seluruh inderanya mendapat stimulasi sensori yang optimal. Saat eksposur dan stimulasi itu terganggu, disitu SPD bisa menjadi parah lagi.
Nah, sejak Samantha lahir, Maret 2020, bertepatan dengan mulainya Covid-19, Sammy betul-betul ga aku kasih keluar rumah. Jadi kalau jemur pagi itu cuma di garasi depan rumah barengan sama adiknya, itupun cuma 15 menit. Aku terlalu takut dengan Covid-19, lebih karena kondisi Samantha yang ada kelainan jantung, dimana virus batuk pilek saja bisa fatal buat dia. Jadi aku dan seisi rumahku betul-betul ga keluar rumah. Jadi, dari yang biasanya Sammy setiap pagi jalan-jalan dan main di playground, seminggu bisa beberapa kali berenang, lalu pergi ke sekolah untuk latihan motorik, sejak Maret 2020 semua berhenti total.
Pada awalnya ga ada perubahan signifikan, walaupun saat itu aku sadar betul dan ngomong ke suamiku,”ini sammy ga pernah keluar rumah, aku takut SPD Sammy kambuh lagi.” Pola makan Sammy juga bagus banget, jadi saat itu aku pikir semua on track. Namun sekitar bulan November 2020, setiap naik mobil baru maju beberapa meter, Sammy muntah. Aku dan suamiku pun berpikir, oh ini karena sudah kelamaan ga naik mobil. Kami berusaha berpikir positif. Padahal bulan-bulan sebelumnya, setiap kami naik mobil untuk keliling kompleks, Sammy ga pernah muntah.
Desember 2020, kondisi muntah Sammy mulai lebih parah. Dimana baru sampai didepan mobil, dia sudah muntah. Aku masih berusaha menenangkan diri, mungkin karena mobilnya bau parfum. Tapi semua itu berubah jadi mengkhawatirkan dimana mulai Januari 2021, setiap dibilang ‘mau pergi’, Sammy udah muntah, padahal kondisi masih di kamar, belum keluar rumah. Lalu, Sammy mulai sering muntah di jam-jam ga menentu. Dia bisa muntah waktu lagi cerita atau main lego. Dia bisa muntah waktu lagi seru nonton Netflix. Pikiran aku mulai yakin, Sensory Processing Disorder Sammy sudah kambuh.
Februari sampai Maret 2021, aku berusaha mulai ajak Sammy keluar rumah untuk main sepeda, tapi itupun jarang. Aku pun memperhatikan Sammy jadi sering kesandung jatuh saat jalan atau lari. Naik tangga pun dia jadi takut dan hati-hati sekali. Aku semakin merasa ada yang ga beres. Aku langsung inisiatif untuk buat appointment ke Dokter Spesialis Anak (dr Conny Tanjung), psikolog klinis anak dan Dokter Rehab Medik yang menangani Sammy dari baby (dr Luh Wahyuni).
Semua orang di sekelilingku masih berusaha menenangkan aku dengan bilang, mungkin Sammy stress dirumah, mungkin Sammy ada maag. Akhirnya aku pertama ke dr Conny Tanjung, untuk memastikan kondisi fisik Sammy aman, dalam artian ga ada maag, ga ada GERD (reflux) yang membuat dia muntah. Sebagai ibunya, aku cukup yakin kondisi Sammy lebih mengarah ke SPD.
Mungkin ada yang berpikir, wah anakku juga sering muntah, berarti SPD dong?
Ada perbedaan jelas antara muntah disengaja dan tidak disengaja, dengan kondisi penyerta medis dan tidak ada kondisi penyerta medis. Untuk kasus Sammy, tidak ada penyerta medis lain (maag, GERD, demam) karena sudah dipastikan oleh DSA. Lalu muntahnya Sammy ini juga tiba-tiba dimana dia kaget banget setiap kali muntah dan sambil nangis bilang,”Mommy, Sammy ga mau muntah lagi, Sammy cape muntah Mommy. Sammy takut muntah”. Dari situ jelas, kalau dia ga melakukan itu dengan sengaja.
Aku coba rinci ya keanehan yang muncul dan kenapa aku yakin ini SPD :
– Jam makan Sammy selalu tepat waktu, sehingga kemungkinan maag kecil
– Napsu makan Sammy sangat bagus
– Sammy ga ada riwayat alergi makanan apapun
– Kondisi muntah tiba-tiba itu selalu selang 2-3 jam setelah makan dan selalu dalam keadaan Sammy lagi duduk tenang, jadi bisa dipastikan bukan karena aktivitas fisik yang ekstrem
– Ga pernah ada demam, batuk, pilek, sejak Februari 2020
– Online school Sammy tergolong santai, karena Sammy udah menguasai semua materi sekolahnya, jadi ga ada beban untuk dia
– dokter spesialis anak sudah mengecek langsung dan memastikan kalau tidak ada GERD
– Sammy jadi takut naik perosotan dan naik tangga (padahal sebelumnya ga ada masalah)
– Sammy sering jatuh/kesandung kalau jalan dan lari
– Sammy sering tiba-tiba mual karena dia ‘merasa’ dia mencium bau yang ga enak (padahal lagi ga ada bau apapun)
Aku merasa kondisi ini harus segera ditangani, karena aku ga mau kecolongan seperti dulu lagi saat telat penanganan Sensory Processing Disorder. Seperti yang selalu aku jelaskan, SPD itu sebuah kondisi BUKAN PENYAKIT, dimana orang dengan SPD akan harus bisa beradaptasi dengan kondisi SPDnya. Tapi saat kondisi SPD ini sudah mengganggu fungsi hidup, disitu harus diintervensi. Dalam hal ini, Sammy sudah sampai ke titik takut makan, takut minum susu dan takut naik mobil. Seringkali dia masih mau makan, tapi dia sedih bilang “ga jadi deh, nanti Sammy muntah”, sampai dia rela jalan kaki buat ke kolam renang komplek karena dia takut naik ke mobil. Kondisi seperti ini sudah ga bagus dan bisa bikin Sammy trauma.
Singkat cerita, aku bawa Sammy ke dr Luh Wahyuni. Dari penjelasan aku, apakah muntahnya projectile atau ngga, muntahnya saat mobil baru jalan atau setelah mobil jalan lama, aktivitas harian Sammy, postur tubuh Sammy (diobservasi sama dokter pas Sammy main disana) ; dipastikan SPD Sammy kambuh lagi dimana sekarang yang kena ke bagian vestibular (keseimbangan) dan olfactory (penciuman). Dan akar masalahnya ini semua dikarenakan Sammy tidak mendapat stimulasi DARI ALAM, dari luar, termasuk kurangnya aktivitas motorik. Penjelasan detailnya bisa dibaca di instagram story aku disini.
Ga pernah aku menyangka bahwa dengan aku kandangin anakku dirumah supaya ga kena virus, justru malah menimbulkan issue lain. Dokter Luh bilang, saat kondisi inactivity (main lego, nonton youtube), kapasitas paru-paru yang terpakai itu cuma 20%. Dengan kondisi inactivity, otot-otot jadi melemah, akibatnya perkembangan sel-sel pun melambat. Sel-sel yang lemah mengakibatkan mitokondria jadi sedikit. Mitokondria bertugas mengedarkan oksigen keseluruh tubuh, termasuk ke otak, dengan mitokondria yang sedikit, otomatis perkembangan otak pun akan terpengaruh. Otomatis perkembangan otak dan pusat regulasi otak yang menerima sensori pun akan melambat, dan sialnya bisa mengalami kemunduran.
Dokter Luh selalu menekankan untuk main di alam, karena dokter bilang, saat bermain itu visual sangat berperan. Apa yang dilihat lewat visual akan terekam diotak. Jadi kalau visualnya hanya melihat apa yang didepan dia (lego, youtube), rekaman yang ada diotaknya ya hanya segitu, hasilnya adalah pola pikir yang close-minded. You can be a genius, but a genius belum tentu open-minded.
Shock yah? Banyak followers aku di instagram yang message aku dengan bilang, anaknya juga terlihat mengalami kemunduran sejak ‘dikandangin’ selama Covid-19. Jadi, separah itu efek kondisi covid-19 ini berdampak ke anak-anak kita. Akupun kaget dan pikiranku terbuka dengan penjelasan dokter Luh. Hal simple tapi efeknya besar sekali.
Lalu apakah kalau begitu kita bawa aja anak-anak ke mall dan staycation?
Ngga gitu ya jalan keluarnya. Dokter Luh paling ga suka kalau tau anak dibawa ke Mall, karena Mall itu bisa bikin anak sensory overload, dengan keramaiannya (crowds), lampu-lampu, suara musik, dsb. Jadi untuk kondisi Sammy dan mungkin bisa diterapkan juga untuk anak-anak lain, ini saran yang diberikan dokter Luh :
– main sepeda diluar
– sewa permainan brakiasi
– main bola diluar
– berenang
– lari-lari ditaman
Aku ditargetkan dua minggu untuk memperbaiki pola aktivitas Sammy. Jadi yang aku lakukan, setiap pagi aku ajak Sammy dan Samantha berenang di kolam renang kompleks. Aku sengaja pilih jam 10 karena sudah sepi ga ada orang. Sore jam 3 aku ajak Sammy naik balanced bike dan main perosotan di playground (again, ga ada orang di jam segini). Karena rumahku kecil, ga memungkinkan untuk sewa brakiasi. Jadi kalau rumahmu cukup luas dan ga di komplek yang bisa aman dari mobil lalu lalang, sewa brakiasi atau trampoline bisa jadi ide bermain. Atau sekedar main bola di garasi rumah juga bisa jadi alternatif. Yang pasti, aku diminta untuk beresin lego Sammy untuk sementara waktu.
Hasilnya mulai terlihat 3 hari sejak aku terapkan saran dokter Luh. Sammy udah ga pernah muntah lagi sehari-hari, dimana biasanya dia bisa muntah 3-4x dalam sehari. Dia udah ga takut lagi mau makan dan minum susu. Kemarin kami ada coba bawa dia naik mobil 15 menit, dan dia ga muntah sama sekali.
Tugas aku masih panjang untuk mempertahankan kondisi SPD Sammy tetap on track dimana situasi Covid-19 di Indonesia ga bertambah baik. Ditambah lagi sekarang ada adiknya, Samantha, yang juga butuh stimulasi untuk stay on track di gross motor skillsnya. Aku rasa ini tantangan terbesar kita sebagai ibu, bagaimana caranya untuk bisa memberikan semua exposure yang dibutuhkan anak, dengan kondisi yang terbatasi, dengan fasilitas yang terbatas (ga ada lagi playground dan gym).
Semoga sharing aku bisa memberi informasi berguna ya.
Cheers,
